Kamis, 03 Juni 2010

Stock Galery Léng Performance

Tim Kreatif
















Resume dan Harapan Karya Pementasan Léng (Oleh: Dicky Panca Aulia)

Lakon Leng merupakan representasi dari sebuah kehidupan rakyat pinggiran yang tertindas akibat perkembangan industri yang semakin berkembang. Perkembangan industri pada zaman modern mampu mengikis suatu peradaban yang telah melekat di setiap golongan. Tradisi-tradisi yang diciptakan oleh leluhur lenyap hanya untuk kepentingan golongan kecil “elit”, persoalan ini dapat menjadikan masyarakat lupa akan leluhurnya seperti “wong jowo ilang jawane”. Adapun pesan moral yang adalah mengenai kehidupan manusia yang notebene saling membutuhkan, persaudaraan, ketuhanan dan rasa menghormati terhadap leluhur. Sutradara lakon Leng menggunakan beberapa teknik penyutradaraan dalam memvisualisasikan dalam bentuk pertunjukan teater. Teknik tersebut merupakan penggabungan teknik penyutradraan Suyatna Anirun, Constantin Stanislavky dan teknik Rendra untuk mencapai kesatuan peran dalam pertunjukan. Langkah yang dilakukan sutradara lakon Leng dari awal hingga akhir produksi.

Pra Produksi meliputi persiapan-persiapan fisik dan mental, pemilihan naskah, pendekatan sosial, pengkastingan, sosialisasi naskah pada aktor dan tim aristik, latihan-latihan (tubuh, vokal, pencarian karakter, teknik memberi isi, movement, gladi kotor, gladi bersih).

Pementasan / Produksi, didukung oleh semua aspek artistik seperti kostum, makeup, lighting, musik. Secara keseluruhan, durasi pertunjukan berlangsung 2 jam 10 menit.

Pasca produksi meliputi evaluasi-evaluai tentang kekurangan-kekurangan dalam pementasan, menganalisa pertunjukan (tekstur, struktur, dan analisis artistik)

Dari pembahasan bab sebelumnya dapat dideskripsikan bahwa sutradara merupakan sosok penting dalam pertunjukan teater. Jenis dan teknik penyutradaraan yang dipilih oleh seorang sutradara akan berpengaruh terhadap proses yang dilakukan. Teknik penyutradaraan yang telah ada sebelumnya tidak selamanya bisa menjadi acuan dalam menyutradarai sebuah lakon, tergantung dari kebutuhan dan porsinya masing masing. Sebab, setiap orang memiliki karakteristik yang berbeda-beda, baik dari segi fisik atau mental. Tidak hanya dilihat dari kebutuhan individu masing – masing, juga pertimbangan dari setiap lakon yang membutuhkan pendekatan berbeda pula, persoalan tersebut yang menuntut seorang sutradara untuk memilih dan memilah teknik-teknik yang cocok dalam menggarap sebuah lakon.

Niat tulus dalam sebuah aktivitas menciptakan usaha dan kerja keras yang tak pernah henti dalam memaksimalkan proses kreatif. Sutradara lakon Leng memberikan saran kepada para sutradara sebaiknya dalam memproses suatu lakon hendaknya benar-benar membedah lakon tersebut guna mengetahui isinya serta dapat mengerti segala kebutuhan yang mampu mendukung lakon tersebut untuk dipentaskan. Memvisualisasikan lakon dalam bentuk pertunjukan teater perlu pertimbangan dalam memilih teknik dan pendekatan lakon agar arah proses kreatifnya jelas. Pendekatan sosial terhadap lakon, pesan moral dan struktur dramatik menjadi pertimbangan sutradara sebagai dasar melakukan aktifitas proses kreatif tersebut.Kepada para pemeran dan kru artistik, sebaiknya konsisten dengan loyalitas dan totalitas dalam proses kreatif, persoalan ini jangan sampai dianggap remeh. Keseriusan dalam berproses menjadi kunci kesuksesan suatu pementasan. Sebab, seni teater merupakan kerja kolektif yang membutuhkan satu kesatuan kerja kreatif dalam menciptakan suatu bentuk. Setiap elemen mempunyai hak untuk berkarya dengan batasan yang telah disepakati dan atas komando dari seorang sutradara.

Ojo rumongso iso, nanging iso’o rumangso” (jangan merasa bisa tapi bisalah merasa) kalimat di atas adalah sebuah motivasi dalam beraktifitas hingga tak kenal putus asa, hingga tidak mampu menemukan ujung dari proses kreatif, serta mampu memanusiakan manusia. Keinginan untuk lebih maksimal, sadar akan kekurangan, membuat manusia lebih giat belajar. Teknik penyutradaraan ini masih jauh dari kesempurnaan. Penulis mengharapkan kritik dan saran yang sifatnya membangun dari para pembaca, agar penulisan ini bisa menjadi pijakan kuat bagi selanjutnya. Semoga konsep teknik peyutradaraan lakon Leng ini menjadi satu kontribusi terhadap esksistensi kesenian khususnya seni teater. Terima kasih.

Teknik Penyutradaraan Lakon Leng Karya Bambang Widoyo SP, Sutradara Dicky Panca Aulia (Oleh: Dicky Panca Aulia)

Pada proses penyutradaraan lakon Leng, sutradara meramu teknik penyutradaraan Constantin Stanislavky, Suyatna Anirun, WS. Rendra menjadi satu kombinasi yang dibutuhkan lakon Leng. Teknik penyutradaraan tersebut dipilih berdasarkan kebutuhan untuk menggarap lakon Leng dengan tinjauan teater realis. Sehingga tidak semua teknik penyutradaraan di gunakan. Setiap teori tentang teknik penyutradaraan mempunyai suatu fungsi pokok dalam menggarap salah satu unsur penyutradaraan. Misalnya, teknik penyutradaraan Constantin Stanislavky yakni tentang memori afektif, teknik ini digunakan untuk eksplorasi peran dengan menggali pengalaman pribadi pemeran yang cocok dengan perannya saat itu, atau kekuatan imajinasi untuk menciptakan peran. Teknik ini tidak cocok jika di gunakan untuk mengatur tempo permainan. Pemilihan tenik penyutradaraan mengacu pada kebutuhan yang telah di contohkan di atas. Berikut pembahasan teknik penyutradaraan lakon Leng.

Pra Penciptaan

Seorang sutradara mempunyai segala persiapan dalam menghadapi proses kreatif terhadap suatu lakon. Segala persiapan diciptakan untuk pengadaptasian kondisi dan situasi dalam menuju proses kreatif terhadap lakon. Setiap lakon mempunyai cara pengelolaan yang berbeda-beda, secara otomatis akan mempengaruhi dari pada sistem proses tersebut. Lakon Leng adalah lakon berbahasa jawa yang diproses dalam bentuk teater modern dengan tinjauan realis. Untuk mencapai bentuk yang telah disepakati perlu pengidentifikasian langkah-langkah untuk mempersiapkan proses kreatif. Analisa pada lakon Leng adalah awal proses yang selanjutnya disosialisasikan pada seluruh tim kreatif yang terlibat penggarapan lakon Leng. Sosialisasi dari hasil analisa lakon leng kepada tim kreatif berguna untuk memahami ide sutradara untuk di visualisasikan oleh setiap personal dalam timnya. Oleh karena itu seorang sutradara perlu melakukan berbagai pendekatan guna memperkuat analisa terhadap lakon. Seperti pendekatan sosial, pengkastingan aktor, pemilihan kru teknik, dan sosialisasi analisa lakon`pada kru teknik. Pendekatan diatas sebagai proses persiapan awal untuk menuju`tahap berikut dengan metode dan model menurut kebutuhan. Misalnya adaptasi bahasa lakon oleh masing-masing aktor karena menggunakan bahasa lokal.

Pendekatan sosial

Pertunjukan teater telah menciptakan perbedaan antara realita keseharian dengan realita panggung. Meskipun konsep realis berdasarkan kenyataan, namun untuk dibawa di atas panggung perlu pengolahan untuk mencapai dramatisasinya dan kebutuhan panggung yang menjadi suatu kompleksitas dengan penonton. Lakon Leng diciptakan di daerah Jawa Tengah, lakon ini menceritakan tentang makam leluhur yang akan digusur untuk keperluan industri. Telah dipaparkan pada bab sebelumnya bahwa pendekatan lakon Leng pada teater modern berbahasa jawa. Dari segi sosial setiap daerah di Jawa mempunyai makam leluhur yang dikeramatkan juga mempunyai suatu industri untuk mengembang daerah tersebut. Pendekatan teater modernnya berdasarkan dengan terlibatnya seluruh unsur panggung dan pemakaian teori-teori teater modern. Lakon ini merupakan representasi kehidupan sehari-hari dari suatu konflik yang terjadi di lingkungan Jawa. Batasan seorang sutradara dalam mengolah lakon Leng hanya pada kenyataan panggung dengan studi eksplorasi pada kehidupan sehari-hari melalui observasi.

Hasil Pengkastingan aktor

Sesuai dengan jenis pengkastingan yang dipilih sutradara maka aktor yang dianggap mampu membantu sutradara dalam penggarapan lakon Leng adalah sebagai berikut:

Pak Rebo diperankan Ilham A (Sendratasik ‘09)

Pengkastingan tokoh Pak Rebo berdasarkan casting to emotional temprament. Pemeran Pak Rebo mempunyai psikologis yang hampir sama dengan kebutuhab tokoh Pak Rebo dalam lakon, yakni licik, tidak mau disalahkan, keras kepala. Untuk mencapai peran yang maksimal kemiripan emosi di olah untuk lebih condong pada kebutuhan tokoh Pak Rebo dalam lakon.

Mbok Senik diperankan Diah T (Sendratasik ‘06)

Menentukan pemeran tokoh Mbok Senik berdasarkan Casting to emotional temprament. Pengkastingan Mbok Senik dengan pertimbangan pengalaman pelaku yang sering memainkan peran wanitu tua dalam studi teaternya. Tidak hanya pengalaman pribadinya, juga psikologi yang dapat ngayomi teman-temannya dibutuhkan pada tokoh Mbok Senik seperti mengayomi tokoh lainnya yang berada di area makam yang tertulis dalam lakon.

Bongkrek diperankan Toni (Sendratasik ‘09).

Tokoh Bongkrek dipilih berdasarkan casting by type dan casting to emotional temprament. Tipe fisik dan emosinya mempunyai kemiripan dengan tokoh Bongkrek dalam lakon. Tipe tubuh yang agak kekar dapat menggambarkan pegawai pabrik, serta temprament tinggi seperti tokoh Bongkrek saat marah terhadap pabrik.

Janaka diperankan Asep (Pend. Bhs. Indonesia ‘09).

Tokoh Janaka dipilih berdasarkan casting by type. Wajah yang lugu, postur tubuh tinggi dan kurus dapat diolah untuk menggambarkan sosok seorang calon pegawai negeri.

Kecik diperankan Ichtitatu (Sendratasik ‘09).

Tokoh Kecik dipilih berdasarkan casting by type. Tubuh yang montok, wajah yang lugu dan gaya bicara yang centil merupakan potensi dasar untuk memerankan tokoh kecik yakni seorang pelacur rendahan.

Juragan diperankan M. Reyhan (Sendratasik ‘06).

Tokoh Juragan dipilih berdasarkan casting by tipe dan casting to emotional temperament. Sosok yang mempunyai postur tubuh yang tegap, berwibawa, dan berjiwa pemimpin merupakan potensi dasar untuk berperan sebagai juragan pabrik.

Bedor diperankan Satrio B (Sendratasik ‘09).

Tokoh Bedor dipilih berdasarkan casting by type. Postur tubuh yang pendek, kurus dan lincah guna mampu memainkan tokoh Bedor dengan komedinya serta bentuk dan gerak yang beragam.

Tamu diperankan Enggit ( Sendratasik ‘08).

Tokoh tamu dipilih berdasarkan casting to emotional temprament. Sosok tamu mempunyai misi yang misterius, sedangkan pemeran tamu mempunyai kebiasaan psikologi yakni diam dan matanya mampu memandang dengan tajam. Potensi tersebut kemudian diolah guna mencapai misi mesteriusnya.

Secara global bahasa jawa merupakan potensi dasar y6ang harus dimiliki oleh masing-masing pemeran. Tempat tinggal dan cara berbicara dalam bahasa Jawa menjadi salah satu prioritas dealam menentukan pemeran. Bahasa setiap pemeran menjadi prioritas sebab lakon Leng menggunakan bahasa Jawa.

Hasil pemilihan kru teknik

Orang-orang dibalikj layar yang juga mendukung pertunjukan Leng, yakni tim artisting yang sangat besar sekali pengaruhnya dalam pertunjukan. Menurut pengalaman dan kridibilitas dalam dunia pertunjukan yang menjadi pertimbangan dalam menentukan orang-orang yang bertanggung jawab dalam bagian ini. Bagian perancang teknis set teradapat Shipong dan Dodik. Bagian seting dan properti terdapat Enggit, Toni, Satrio, Zulkipli, Fatah. Bagian Tata cahaya terdapat Slank dan Yusuf. Bagian Tata suara terdapat Noval. Bagian Musik terdapat Navianto dkk. Bagian Tata busana dan rias terdapat Diah, Reyhan, Rara.

Sosialisasi kepada kru teknik

Sosialisasi terhadap tim kreatif di balik layar sangatlah penting untuk dilakukan, guna menciptakan garis dan takaran dari sutradara dalam proses mereka berkreasi pada tugasnya masing-masing. Sutradara mengadakan pendekatan bentuk pertunjukan lakon Leng pada teater realis. Nuansa Jawa secara umum, dengan pertimbangan persoalan berdasarkan lakon yang dikembangkan pada persoalan yang masih faktual pada era sekarang.

Tata Artistik Penggarapan Léng (Oleh: Dicky Panca Aulia)

Setting

Panggung prosenium sebagai sarana pertujukan lakon Leng. Sebuah makam keramat yang ditutupi kerobongan dengan kain putih. Kerobongan bisa di geser, untuk keperluan perubahan seting panggung menjadi sebuah kantor direktur pabrik. Di kanan-kiri kerobongan terdapat tikar dan salah satu sisi sampingnya terdapat kotak dana dan meja tempat sesaji. Pada kanan kerobongan terdapat rumah sederhana tempat istirahat Pak Rebo. Tak jauh dari kerobongan tersebut seperti terdapat pabrik yang sedang melangsungkan produksinya. Nampak gambar seting panggung di bawah ini.

Property

Property pada pementasan Leng ialah kerobongan, meja tempat sesaji, kotak dana, tikar. Properti, di tata menurut kebutuhan demi menunjang seting panggung yang telah direncanakan. Pemilihan properti selain permintaan pada naskah, juga berdasarkan fungsi sebagi penguat laku pemeran dan menghidupkan seting yang telah terkonsep.

Hand property

Hand property atau peralatan yang digunakan oleh pemain. Setiap pemain mempunyai satu atau lebih hand property yang akan digunakan untuk menunjang lakunya. Contohnya Pak Rebo dengan hand property tasbih, menunjukan seorang tokoh masyarakat yang mampu/dipercaya untuk memimpin do’a sekaligus sebagai juru kunci makam tersebut.

Tata rias dan busana

Tata rias (make-up) sesuai dengan karakter yang dibawakan pemeran, penataan busana dan rias di arahkan pada gaya kehidupan sehari-hari, Disamping itu kesan kesenjangan strata sosial lebih ditampakkan dengan ditata secara natural melalui pemilihan warna, jenis dan bentuk yang natural/alami pula.

Musik

Lakon Leng lebih menekankan pada bentuk musik efek dan ilustrasi. Suara pabrik yang terus – menerus menderu hingga masyarakat yang berada makam merasa terganggu. Menggambarkan bahwa eksistensi industri sangat berkembang dengan pesat. Musik ilustrasi dibutuhkan untuk menguatkan suasana dan menunjang laku pemain. Misalnya pada beberapa gending yang dimunculkan, untuk menguatkan kesan dan suasana Jawa.

Tata Cahaya / lighting

Tata cahaya yang dikonsep pada setiap bagian komposisi, hal ini untuk menunjukan perbedaan seting panggung. Efek cahaya yang dipergunakan juga menekan perbedaan panggung yang sedang action bersamaan. Serta untuk menimbulkan dimensi pada setiap obyek yang hadir.

Léng dan Pengkastingan Léng (Oleh: Dicky Panca Aulia)

Dalam seni teater, menentukan casting merupakan kerja sutradara untuk memilih dan memilah aktor yang bermain dalam sebuah lakon yang digarap. Sutradara harus mengetahui kapasitas lahir dan batin aktor yang disesuaikan dengan kebutuhan lakon, baik dari segi vokal, tubuh, dan psikologisnya.

Dalam menentukan casting lakon Leng, dilakukan sejak tepilihnya naskah. Untuk prioritas utama berdasarkan latar belakang tempat tinggal (domisili). Pertimbangan tempat tinggal menjadi prioritas utama karena lakon menggunakan bahasa Jawa, jadi memilih pemain yang asli bertempat tinggal dari Jawa. Untuk selanjutnya berdasarkan pada casting by type, karena gestur tubuh pemain akan mempengaruhi motif peran yang akan di perankan. Selain itu, casting to emotional temprament menjadi pertimbangan pula, namun tidak begitu dominan. Emosi maupun temprament bisa dibentuk melalui pendekatan teknik pemerannanya Stanislavky. Itulah beberapa kriteria yang cocok untuk lakon Leng, Dengan harapan dasar yang tersedia mampu diolah untuk di maksimalkan dalam pertunjukan.

Memahami karakter atau perwataka atau sering juga di sebut penokohan, kita dapat menelusuri tiga aspek penting yang mendasarinya. Ketiga aspek tersebuit menentukan pula bagi seorang sutradara dalam melakukan proses casting (pemilihan pemain). Ketiga aspek tersebut meliputi: 1) Sosiologis, kedudukan sosial tokoh cerita; 2) Psikologis, kondisi kejiwaan tokoh cerita; 3) Fisiologis, keadaan fisik tokoh cerita (Abdillah. Dramaturgi 1, 2008;39). Pengkarakteran perlu diklasifikasikan, untuk memudahkan dalam tahap pengkastingan. Penokohan dalam sebuah pertunjukan merupakan unsur yang penting untuk membangun dinamika pertunjukan melalui konflik yang diperdabatkan antar aktor. Berikut pengklasifikasian karakter serta pelaku peran yang telah terpilih dalam proses penggarapan lakon Leng karya Bambang Widoyo Sp, sutradara Dicky Panca Aulia adala sebagai berikut :


Pak Rebo diperankan Ilham A (Mahasiswa Sendratasik ‘09)

Fisiologis

Umur 50 tahun, laki-laki, rambut beruban, badan kurus agak bungkuk, kaki pincang.

Psikologis

Keras kepala, mudah tersinggung, tidak mau disalahkan, mudah mengeluh, licik.

Sosiologis

Juru kunci di suatu makam, masyarakat menengah bawah.



Mbok Senik diperankan Diah T (Mahasiswa Sendratasik ‘06)

Fisiologis

Umur 60 tahun, badanya besar, agak bongkok, kalauberbicara manteb, rambut dikonde, beruban, badan kuat, kulit sawo matang.

Psikologis

Sabar, membimbing, berwibawa, pasrah, ingat akan jati dirinya, perhatian terhadap sesama.

Sosiologis

Masyarakat menengah bawah, tukang pijat yang ada di makam, orang yang dituakan di daerah makam.



Bongkrek diperankan Toni (Mahasiswa Sendratasik ‘09)

Fisiologis

Umur 35-40 tahun, badanya kuat, kulit sawo matang, rambut pendek..

Psikologis

Keras kepala, pola fikirnya pendek, mudah emosi, kukuh pada pendirian, berani.

Sosiologis

warga sekitar makam, menjadi buronan Juragan, pengangguran, memiliki masalah dengan keluarganya.

Janaka diperankan Asep (Mahasiswa Pend. Bhs. Indonesia ‘09)

Fisiologis

Umur 39 tahun, tampan, badan tegap.

Psikologis

Sopan, mau berusaha, tawakal

Sosiologis

Calon pegawai negeri, masyarakat menengah kebawah, seorang tamu di pesarean.



Kecik diperankan Ichtitatu (Mahasiswa Sendratasik ‘09)

Fisiologis

Umur 25-30 tahun, badan seksi, cantik, kulit bersih, gaya berjalan menggoda, menawan.

Psikologis

Centil, sensitive, bicaranya ceplas-ceplos, suka ngrayu

Sosiologis

Seorang pelacur, memiliki hubungan yang erat dengan warga sekitar, bekas karyawan pabrik.



Juragan diperankan M. Reyhan (Mahasiswa Sendratasik ‘06)

Fisiologis

Umur 50 tahun, kulit putih, tinggi badan 170 cm, agak gemuk, berkaca mata, bertongkat.

Psikologis

Gugup, panik, semena-mena, peka/ sensitive, takut, halusinasi, curiga.

Sosiologis

Juragan pabrik, kaya raya,berkuasa,tidak disukai rakyat, semena-mena.

Bedor diperankan Satrio B (Mahasiswa Sendratasik ‘09)

Fisiologis

Umur 60 tahun, badanya besar, agak bongkok, bicara manteb, rambut dikonde,beruban, badan kuat, kulit sawo matang.

Psikologis

Sabar, setia, penurut

Sosiologis

Abdi pabrik, masyarakat menegah kebawah

Tamu/Utusan Pabrik diperankan Lukman (Mahasiswa Sendratasik ‘08)