Apa yang terjadi jika di suatu daerah dipenuhi industri (pabrik)? Itulah pertanyaan awal yang muncul dari pikiran penulis. Sebetulnya, semakin banyak pabrik semakin berkurang pula pengangguran. Namun di sisi lain, kebutuhan manusia tidak hanya pada nilai rupiah untuk mencukupi hidupnya, juga ada kebutuhan psikologi untuk menenangkan pikiran. Bahkan ada juga yang membutuhkan ketenangan batin.
Menurut pertanyaan di atas muncul peristiwa yang menjadi analisa dan perkiraan penulis. Di tinjau dari ke-sakral-an obyek-obyek tersebut dan kuatnya mitos tradisi, hal yang mustahil untuk terjadi bisa saja terjadi. Misalnya, mungkin saja para roh marah akibat rumahnya dikuasai pribadi dan bukan untuk umum. Ketika makam tersebut di kuasai secara pribadi, maka peraturan untuk berkunjung ke makam pun akan terbatas pula, menurut kepentingan pribadi / intansi tersebut. Kenyamanan berkunjung terganggu, kebiasaan-kebiasaan warga dalam menyikapi makam tersebut perlahan luntur menjadi tersingkir. Orang-orang kecil yang mengadu nasib di sekitar makam tersebut. Akibat industrialisasi yang sangat pesat, perlahan melunturkan budaya dan kebiasaan masyarakat Jawa dalam menyikapi makam-makam leluhurnya.
Berangkat dari persoalan diatas, penulis berniat memproses lakon tersebut sebagai wujud peduli pada masyarakat pinggiran dan masyarakat yang dipinggirkan sebagai wacana dalam menghadapi realitas sosial.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar